Jumat, 09 September 2011

Tehnik Menulis Skeleton Untuk Blogger

Menulis di berbagai media (blog, website, forum, media sosial)—terlebih-lebih jika harus memposting dengan topik yang berbeda-beda di waktu yang bersamaan, tidak semudah jika menulis suka-suka di Kompasiana. Diperlukan tehnik tertentu. Saya pribadi menggunakan apa yang disebut dengan skeleton writing.
Ini bukan tehnik bagaimana caranya menyusun kata-kalimat-paragraf untuk dijadikan satu tulisan. Melainkann tehnik bagaimana caranya bisa menghasilkan tulisan dalam jumlah secara marathon—tanpa berhenti sepanjang waktu.
Saya pribadi,
1. Setiap hari harus menghasilkan minimal 9 artikel dalam 2 bahasa (Indonesia dan Inggris) untuk berbagai topic: keuangan, career development, teknologi, dan blogging (plus SEO); ditambah….
2. Setiap minggu harus menghasilkan 5 tulisan dalam bahasa Inggris (dengan topic berbeda-beda juga); di tambah…
3. Setiap bulan saya harus merilis 3 study kasus, khusus topik keuangan dalam bahas Inggris.
Sehingga jika dirata-ratakan, dalam satu bulan saya harus menghasilkan 270 blog post + 5 artikel + 3 study kasus. Dan, 270 post harus saya sindikasikan sendiri ke berbagai direktori, media sosial dan forum-forum!
Dan itu saya lakukan hanya di malam hari, karena siangnya saya punya profesi berbeda. Khusus topic keuangan saya tidak keurangan bahan memang—karena aktifitas saya di siang hari memang di wilayah ini.
Bagaimana saya bisa menghasilkan tulisan sebanyak itu? Skeleton writing!
Caranya?
Oke. Sederhananya:
Di meja saya, selalu tersedia kertas kosong dan pensil. Saat keluar rumah saya selalu mengantongi PDA, jika perginya agak lama maka saya bawa PDA atau laptop. Setiap kali muncul ide, saya tulisa (kadang bisa berupa ide kasar, kadang sudah berapa judul, atau paragraph).
Begitu kembali ke meja kerja (di rumah), yang pertama saya lakukan adalah memindahkan isi buku saku ke notepad di komputer dan mensikronisasikan PDA dengan laptop untuk memindahkan data.
Dari Notepad semua saya pindahkan ke Excel yang kolom-dan-sheet-nya sudah saya rancang sedemikian rupa sehingga menjadi terorganisir (mana yang berupa ide kasar, mana yang berupa judul, mana yang berupa paragraph). Di Excel inilah saya banyak bekerja, menambahkan/menghapus, dan mngembangkan/mengurangi ide tulisan.
Di waktu berikutnya, jika ada ide muncul saya tinggal menambahkannya ke Excel. Bisa jadi ide yang baru muncul berupa ide yang samasekali baru, atau ide untuk melengkapi ide sebelumnya. Yang jelas saya tidak pernah membiarkan ide lewat begitu saja—apapun itu.
Menunggu ide muncul dari kepala untuk menghasilkan artikel sebanyak itu, sangatlah mustahil. Untuk itu saya juga banyak sourcing dari membaca ebook, membaca website, blog, email alert, hingga feed reader. Tentunya bukan untuk diCOPAS, melainkan sebagai referensi.
Setlah semua katifitas itu, saya biasanay mulai menulis. Apa yang saya mulai tulis tidak selalu jadi. Ada yang tuntas, tidak sedikit juga yang setengah jadi. Yang setengah jadi itu saya simpan. Untuk dilanjutkan dikesempatan lain (bisa satu jam kemudian, bisa besoknya, bisa lusanya, atau satu minggunya lagi. Yang jelas tidak dibuang begitu saja.
Sehingga secara keseluruhan, setiap harinya disamping memulai judul baru, saya lebih banyak menambah, menedit, atau menyempurnakan tulisan yang setengah jadi. Begitu terus sehingga saya bisa memenuhi target jumlah dan waktu tanpa mengorbankan kualitas dan kedalaman tulisan. Inilah yang saya disebut dengan “Skeleton Writing”.
Tantangan terberatnya, tulisan-tulisan itu tidak bisa suka-suka seperti tulisan saya di kompasiana yang asal keluar dari kepala. Melainkan harus memperhatikan 3 aspek penting yang tak satupun boleh dikorbankan, yaitu:
(1) Tema yang sudah didikte oleh permintaan—terutama tulisan-tulisan yang berbayar.
(2) Jumlah kata (minimal 700) untuk blog post, dan 2700 untuk case study.
(3) SEO—Judul dan isi tulisan harus mengikuti tema keyword yang sudah saya rancang sebelumnya dengan analisa tertentu.
1314192114942999450
Keyword Analysis
Untuk itu, skeleton writing saya kombinasikan dengan perencanaan tema konten yang memang terorganisir sejak awal, sehingga saya bisa bekerja dalam patrun yang jelas—tidak banyak membuang pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar